Wamendikti Bawa Pakar China, Bongkar Otak Musisi Kala Bermusik

Ntt, PaFI Indonesia — Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) menghadirkan kolaborasi antara musik dan sains dengan memamerkan kerja otak musisi secara real-time kala bermain musik.
Dalam acara bertajuk Music and Brain yang diselenggarakan di Kura-kura Bali, Denpasar pada Minggu (12/1), Kemendiktisaintek membawa Prof. Xiaoqin Wang, Direktur Tsinghua Laboratory of Brain and Intelligence Tsinghua University beserta alat fNIRS (functional Near-Infrared Spectroscopy) untuk mendemonstrasikan bagaimana otak bekerja ketika seseorang bermain musik.

Wamendiktisaintek Stella Christie menjelaskan alat fNIRS adalah alat pengukur kinerja otak yang bisa melihat intensitas kerja bagian-bagian otak.

“Yang FNIRS ukur itu adalah dari pantulan cahaya, pantulan infrared dari darah kotor dan darah bersih. Darah kotor dan darah bersih ini semuanya mengalir di otak. Dan dari FNIRS itu kita triangulate. Jadi kita bisa lihat di bagian mana yang darah bersihnya lebih banyak daripada darah kotornya,” ujar Stella di Kura-kura Bali, Denpasar, Minggu (12/1).

“Sehingga kita bisa lihat secara live otak bagian mana yang bekerja waktu musisinya menyanyikan, atau bermain piano, atau bermain alat musik lain,” imbuhnya.

Stella menyebut alat fNIRS ini bukan satu-satunya di dunia, tetapi alat fNIRS yang bisa digunakan untuk mengukur kinerja otak musisi ini adalah satu-satunya. Alat ini sendiri dibawa langsung dari Tsinghua University, kampus di mana Stella menjadi Guru Besar sebelum menjabat sebagai Wamendiktisaintek.

Salah satu musisi yang menjadi objek pengukuran adalah Wamen Kebudayaan Giring Ganesha, yang kita kenal juga sebagai ex-vokalis Band Nidji. Giring menggunakan alat fNIRS sambil membawakan lagu-lagu populer Nidji, seperti Hapus Aku dan Laskar Pelangi.

Kala menyanyikan lagu-lagu tersebut, hasil pengukuran dari alat fNIRS menampilkan bagaimana bagian otak Giring bergantian melalukan pekerjaannya.

Di tengah penampilan Giring, Profesor Wang lantas menjelaskan bagaimana alat tersebut bekerja mengidentifikasi bagian otak Giring.

“Jika Anda melihat ini, ini adalah respons otak Anda. Ketika Anda berbicara, bagian frontal otak Anda berwarna merah. Ini artinya sangat aktif, karena Anda menghasilkan kata-kata. Namun, ketika Anda bernyanyi, frontal cortex tidak terlalu aktif, karena kemungkinan Anda menghafal lagu tersebut,” tutur Wang.

Alat fNIRS tak hanya mendemonstrasikan kinerja otak Giring yang memainkan musik, tetapi juga pendengar musik yang berada di area tersebut.

Dalam kuliah umumnya, Wang menjelaskan respons otak bagi pemain musik dan pendengar akan berbeda. Pada pemain musik, bagian-bagian otak terlihat lebih aktif ketika membawakan lagu yang dihapal dibandingkan lagu dengan improvisasi.

Di sisi lain, otak pendengar musik tampak lebih aktif ketika mendengarkan musik dengan improvisasi. Wang juga menyebut otak seorang musisi lebih aktif ketika mendengarkan musik dibandingkan saat melakukan pertunjukan.

Lebih lanjut, Stella menyebut acara Music and Brain ini diselenggarakan untuk membawa sains dan teknologi lebih dekat dengan masyarakat Indonesia. Musik, yang cukup lekat dengan masyarakat, dijadikan medium untuk mewujudkan misi tersebut.

“Asta Cita ke-4 adalah untuk mengembangkan sains dan teknologi. Asta Cita ke-8 adalah untuk mengembangkan kehidupan kita bersama melalui budaya kita. Dan acara hari ini adalah sinergi antara Asta Cita ke-4 dan Asta Cita ke-8,” tutur Stella.